Rabu, 30 November 2022

Unsur Kearifan Lokal dalam Film "Jelita Sejuba"

Sumber : Instagram/film_jelitasejuba

Beberapa film di Indonesia banyak melirik nilai budaya masyarakat sebagai unsur atau bagian dari sebuah film. Ide cerita dengan mengangkat kearifan lokal selaras dengan keadaan bangsa Indonesia yang memiliki beragam budaya. Film yang kemudian, mengandung nilai kearifan lokal ini dapat menjadi alat untuk melestarikan kearifan lokal itu sendiri. Salah satu dari penetasan ide tersebut yaitu pada Film Jelita Sejuba. Film berdurasi 90 menit tersebut dirilis pada tahun 2018 yang menceritakan tentang kisah perjuangan cinta yang memiliki dinamika tersendiri. Disutradai oleh Ray Nayoan, film ini pernah menjadi film dengan rancangan produksi terbaik.

Film tersebut mengenalkan beberapa nilai kearifan lokal diantaranya mengenalkan kehidupan di Pulau Natuna, kepulauan terluar Indonesia. Keindahan Pulau Natuna dan kehidupan didalamnya membuat film ini apik tidak hanya dengan drama percintaan didalamnya, tetapi juga dengan kearifan lokal Pulau Natuna itu sendiri.

Dengan menceritakan latar belakang budaya masyarakat Pulau Natuna, kearifan lokal dalam film Jelita Sejuba ini diperlihatkan melalui banyak hal. Masyarakat yang ada di Pulau Natuna menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa kesehariannya. Melalui dibuatnya film Jelita Sejuba, membuat kearifan lokal di Pulau Natuna ini dikenal.

Pertama, dari segi berpakaian. Film ini merepresentasikan bagaimana kelokalan masyarakat Natuna yang berbudaya melayu. Pakaian pemeran laki-laki dengan baju tanpa kerah serta dilengkapi dengan sarung untuk menutupi celana, dengan posisi selutut. Kemudian pemeran wanitanya menggunakan baju tertutup dengan berkerudung. Selain kearifan lokal pada pakaiannya, film ini juga inginmenyampaikan bagaimana nilai moral yang ada dalam kearifan lokal tersebut, tidak lain adalah mencerminkan orang Melayu yang senantiasa menjunjung nilai kesopanan dalam berpakaian tertutup. Terlebih lagi, masyarakat Melayu dikenal dengan masyarakat yang menjunjung tinggi nilai keagamaan dan kental dengan perilaku agamanya. Mereka menempatkan tata cara berpakaian sebagai adab mereka.

Kedua, dari segi bahasa. Sebelumnya telah disinggung bahwa masyarakat Natuna menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa kesehariannya. Dalam film Jelita Sejuba ini, bahasa Melayu diangkat sebagai identitas dari masyarakat Melayu. Penggunaan 80% bahasa tersebut menampilkan sebuah keunikan dalam film ini.

Ketiga, tempat tinggal masyarakat. Dalam film Jelita Sejuba, juga memperkenalkan bagaimana pesona Pulau Natuna. Film ini menunjukan kehidupan masyarakat Natuna yang tempat tinggalnya beradaa di pesisir pantai. Dari film ini dapat dilihat bahwa kearifan lokal lain dari masyarakat Natuna adalah dengan keadaan tempat tinggal mereka yang berdekatan, dan nilai dari kearifan lokal tersebut adalah penduduknya yang dekat dan bersahabat.

Keempat, lagu atau musik. Film ini mencoba memperlihatkan kekentalan masyarakat Natuna pada musik Melayu nya. Masyarakat Natuna begitu mencintai musik daerah Melayu. Kepercayaan masyarakat Natuna, adalah bahwa musik mengandung nilai-nilai luhur dan kebaikan.

Film Jelita Sejuba ini berhasil menggambarkan kearifan lokal yang ada pada masyarakat di Pulau Natuna. Nilai-nilai tersebut mengiringi setiap alur cerita yang ada dalam Film Jelita Sejuba. Banyak pula nilai filosofis yang dapat kita simpulkan dalam film ini, salah satunya dalah penggunaan bahasa Melayu, atau bahasa daerah mereka sendiri yang tetap dijunjung tinggi karena itu adalah bentuk identitas.

Lalu, bagaimana saran pengembangan terhadap eksistensi nilai-nilai kearifan lokal yang ada di era sekarang? 
Pentingnya kesadaran terhadap eksistensi kearifan lokal daerah masing-masing menjadi salah satu hal yang paling penting agar nilai-nilai kearifan lokal tetap ada. Tanpa kesaran, masyarakat akan buta terhadap apa yang harus dijaga, dan penting untuk dikembangkan. Kearifan lokal seharusnya tertanam bukan pada masyarakatnya, tetapi pada masing setiap individu. Karna kearifan lokal, adalah bentuk representasi dari budaya kelompok atau masyarakat tertentu.

Hal yang tidak kalah penting lainnya adalah dengan membuat pendekatan secara universal tentang sebuah nilai kearifan lokal. Karena kearifan lokal adalah unsur yang tidak dapat dilepaskan dari sebuah identitas budaya dan bangsa Indonesia. Salah satu pendekatan secara universal itu tadi adalah dengan produksi film, agar nilai nilai kearifan lokal dapat diketahui masyarakat luas, dan tidak hanya sebatas pada pengetahuan saja. Kita bisa memperkuat dan mengembangkan eksistensi nilai-nilai kearifan lokal tidak hanya dengan produksi film saja. Karena, dengan keadaan era sekarang ini, dunia tidak lagi berbatas, kita dapat memperkenalkan nilai kearifan lokal suatu daerah menggunakan media, yang mana selaras dengan fungsi media sebagai wadah komunikasi yang efektif. Media tidak hanya dimanfaatkan sebagai sarana untuk hiburan saja, tetapi bisa dimanfaatkan untuk mensosialisasikan kearifan lokal, penanaman suatu nilai, bahkan propaganda hingga persuasi.

Kesadaran akan eksistensi dari kearifan lokal dinilai penting karena seiringnya zaman, keyakinan masyarakat mulai pudar, dan jangan sampai generasi berikutnya tidak memahami atau bahkan tidak mengenal nilai-nilai kearifan lokal itu sendiri. Hal tersebut menjadi urgensi mengapa kita harus sadar dan tidak berdiam diri. Itu dilakukan agar eksistensi nilai-nilai kearifan lokal berkembang, lestari, dan tidak hilang.




Referensi :

Dedi Arman. 2018 . "Menjual" Natuna Lewat Jelita Sejuba. https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri/menjual-natuna-lewat-jelita-sejuba/

Hidayat D. dkk. 2019. Nilai-nilai kearifan lokal pada unsur naratif dan sinematik film Jelita Sejuba. Jurnal Unpad. Volume 3, No. 2, 2019, hlm. 113-125




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Literasi Komunikasi Pariwisata

Indonesia kaya dengan keindahan bawah lautnya. Banyak sekali spot spot diving yang tentunya mempunyai keunikan masing-masing. Si...